Kapal induk pertama kali digunakan oleh Angkatan Laut Inggris,
namun sampai menjelang perang dunia kedua negara-negara barat termasuk
Amerika Serikat masih enggan menggunakannya sebagai kekuatan Angkatan
laut utama. Konsep konvensional armada angkatan laut saat itu didominasi
oleh Kapal jelajah berat, Kapal jelajah, Kapal perusak (destroyer)
dengan ukuran meriam yang cukup besar hal ini memang disebabkan bahwa
kapal induk dipandang cukup rentan dan riskan bila digunakan dalam
operasi maritim.
Adalah Angkatan Laut Jepang (Kaigun) yang menggunakan kapal Induk
secara efektif pada awal perang dunia II. Akibat perjanjian maritim
antara Inggris Amerika dan Jepang serta Perancis dan Jerman disepakati
rasio tonase 5:5:3:1,5:1,5 untuk USA, Inggris, Jepang, Perancis dan
Jerman membuat Jepang mengakalinya dengan membuat kapal induk ukuran
sedang tetapi dilengkapi kekuatan udara yang mematikan sekalipun menuai
kemarahan dari pihak militer sendiri. Bukti dari rekayasa Jepang adalah
serangan atas Pearl Harbour 9 Desember 1941 yang menyadarkan Barat akan
fungsi kapal induk yang dapat melakukan serangan mematikan atas
instalasi sasaran lawan. Saat mulainya Perang Pasifik, Jepang memiliki 6
kapal induk yaitu Akagi, Kaga, Soryu, Hiryu, Shokaku, dan Zuikaku, dan 2
kapal induk ringan yaitu Hosho dan Ryujo. Jepang kehilangan 4 kapal
induknya pada Pertempuran Midway, yaitu Akagi, Kaga, Soryu, dan Hiryu.
Sejak saat itu, ofensif-ofensif Jepang menggunakan kapal induk sudah
dihentikan dan menjadi tidak berarti lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar